Thursday, June 9, 2016

Tujuh
“Kamu Sangat Berbeda dari Rebecca...”
Ketika aku dengar suara mobil di jalan, aku berdiri dengan
ketakutan mendadak. Beatrice dan suaminya telah datang. Mereka
lebih awal dari yang kuharap. Dan Maxim belum kembali. Aku tak
dapat bertemu mereka seorang diri.
Entah bagaimana aku kehilangan cara. Tapi aku terus dan
menuju sebuah tangga rumah yang luas. Aku menaikinya,
semuanya sepi dan gelap. Aku berada di jalan beratap sebagai
penghubung dengan pintu-pintu pada tiap sisi. Aku terus berjalan
dan akhirnya sampai di jendela yang panjang. Kulihat keluar. Di
bawah aku dapat melihat halaman rumput hijau dan laut, laut itu
hijau cerah. Dengan gelombang yang berpuncak putih. Itu lebih
dekat dari yang kukira, sangat lebih dekat. Aku tahu kemudian
bahwa aku telah berjalan ke kanan mengitari rumah itu. Aku
berdiri di jalan penghubung beratap di sayap barat. Ya, Nyonya
Danvers benar, kau tak dapat mendengar laut dari sini.
Aku senang bahwa kamarku ada di sayap timur, aku suka
ketenangan dari kebun mawar yang indah. Laut itu terlalu dekat
dari sini, ketika kubalik kembali ke tangga, kudengar pintu terbuka.
Nyonya Danvers berdiri di sana, kami memandang satu sama lain
untuk sementara tanpa bicara.
“Aku kehilangan jalan,” kataku. “Aku mencoba menemukan
kamar saya.”
“Ini sayap barat,” katanya. “Adakah kamu sudah masuk
beberapa kamar? Jika kamu mau melihat, silakan bicara padaku.
Aku bisa menunjukkan itu semua padamu sekarang.”
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
38
Aku menggeleng. “Tidak, tidak terima kasih,” kataku. “Aku
harus pergi ke lantai bawah,” Nyonya Danvers mengikutiku.
“Jika Anda ingin melihat kamar-kamar itu di sayap barat,
akudapat menunjukkannya pada Anda kapan pun,”
“Anda sangat baik, Nyonya Danvers, aku akan mengajak
Anda mengenalnya,” Nyonya Danvers berjalan di sampingku.
“Nyonya dan Major Lacy ke sini sekali waktu,” katanya.
“Anda dengar mobil mereka? Frith membawa mereka ke ruang
pagi, aku kira Anda tahu jalannya sekarang, bukan?”
“Ya, Nyonya Danvers,” kataku. Aku tahu dia telah
mengawasiku, mnertawai ketakutanku. Ketika aku pergi ke ruang
lukisan, aku melihat ke belakang, Nyonya Danvers masih
mengawasiku dari puncak tangga.
Aku dapat mendengar suara dari kamar pagi. Aku berdiri
untuk sementara dan kemudian jalan masuk.
“Ke sini dia akhirnya,” kata Maxim, “di mana saja kamu
bersembunyi? Ini Beatrice dan ini Giles, dan ini adalah Frank
Crawley, perantara kita.”
Beatrice tinggi. Bahunya besar seperti Maxim. Dia menjabat
tanganku. Dan bicara pada Maxim, “dia sungguh beda dari apa
yang kuharap. Tak seperti gambaranmu sama sekali.”
Semua tertawa, tetapi mereka nampak bersahabat. Giles
adalah seorang besar, pria yang kasar. Matanya tersenyum padaku
dari balik kacamatanya yang tebal. Frank Crawley adalah pria yang
kurus dan menyenangkan. Wajahnya menakutkan. Maxim pernah
bicara padaku bagaimana kerasnya Frank Crawley bekerja untuk
Manderley. Pria-pria itu mulai berbincang bersama dan aku
terpaksa menjawab pertanyaan-pertanyaan Beatrice.
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
39
“Bagaimana pendapatmu tentang Manderley?” dia tanya
padaku.
“Aku belum banyak melihat,” kataku. “Rumah ini indah
tentunya, aku belum pernah melihat kebun-kebun itu, tapi aku
yakin aku tak akan kelelahan dengan itu. Aku suka jalan-jalan.
Aku dapat berenang pula, ketika cuaca lebih hangat.”
“Sayangnya, air di sini jauh terlalu dingin,” kata Beatrice.
“Aku tak keberatan. Aku suka berenang. Apakah aman
berenang di teluk?” setiap orang berhenti bicara. Aku sadar apa
yang telah aku katakan. Rebecca telah tenggelam di teluk. Aku tak
dapat melihat pada Maxim. Aku membungkuk untuk membelai
kepala anjing itu. Kemudian, Frith masuk untuk mengatakan
bahwa makan siang telah siap. Beatrice berjalan denganku melalui
aula.
“Kau tahu, katanya kamu jauh lebih muda dari pada yang
kuharap. Katakan padaku, apakah kau sungguh mencintai
Maxim?”
Beatrice memandang wajah terkejutku dan tertawa.
“Jangan jawab, katanya aku dapat melihat bahwa kau
mencintainya. Wajah Maxim sangat cakep. Kami semua sangat
khawatir tentangnya tahun yang lalu. Tapi tentu kau tahu seluruh
cerita itu.”
Tetapi Beatrice salah, aku tidak tahu apa yang terjadi. Maxim
tak bilang apa-apa. Aku tak pernah menanyainya tentang kematian
Rebecca.
Beatrice bicara pada Maxim sepanjang makan siang. Frank
Crawley bicara padaku banyak tentang Manderley. Aku dapat
melihat bahwa dia menyukainya sebanyak Maxim lakukan.
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
40
Ketika makan siang usai, aku dapat melihat bahwa Maxim
capek. Aku mau kami sudah tak ada tamu segera. Aku membawa
Beatrice keluar di teras. Dia bertanya padaku bagaimana aku telah
bertemu Maxim. Aku katakan padanya tentang Nyonya Van
Hopper dan bagaimana terkejutnya dia sesudah itu.
“Itu agak shock bagi kami juga,” kata Beatrice. “Maxim
bilang pada suratnya bahwa kamu sangat muda dan cantik. Kami
mengira semacam gadis modern,” Beatrice tertawa dan aku tertawa
dengannya.
“Malang Maxim. Dia punya waktu yang kurang bagus,” kata
Beatrice. “Mari berharap kamu telah membuatnya lupa tentang
semua itu. Dia mencintai Manderley begitu besar. Tapi aku tak
pernah tahu apa yang dia pikirkan. Bagaimana kamu dapat bergaul
dengan Nyonya Danvers?”
Aku terkejut dengan pertanyaan Beatrice.
“Dia sedikit menakutkanku,” kataku.
“Dia boleh mencoba membuat hal-hal yang tidak
menyenangkan padamu,” Beatrice melanjutkan. “Dia sangat iri
tentunya, dia pasti membencimu ada di sini.”
“Mengapa?” tanyaku. “Mengapa mesti dia membenciku
berada di Manderley?”
“Anakku sayang,” Beatrice menjawab dengan pelan. “Maxim
telah bilang padamu, Nyonya Danvers memuja Rebecca. Dia masih
sayang....”
Pada saat itu, para laki-laki keluar dari rumah itu. Seorang
pelayan membawa permadani-permadani dan kursi-kursi dan kami
semua duduk di bawah pohon yang besar di atas halaman rumput.
Aku berharap semua orang akan pergi segera. Aku ingin sendirian
dengan Maxim. Aku duduk di atas sebuah permadani, bersandar di
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
41
kursinya Maxim. Aku mendengarkan orang lain berbicara. Siang
itu mengantuk dan penuh damai. Segalanya tentang sepi. Bahkan
laut itu nampak jauh sekali.
“Ini yang aku inginkan,” pikirku. “bagaimana aku mengira
akan hidup di Manderley.”
Di sini kami duduk bersama, aku dan Maxim, bergandeng
tangan. Masa lalu dan masa datang tidak berarti sama sekali. Di
saat ini aku tidak takut.
Saat itu berlalu, Beatrice berdiri.
“Kami harus pergi,” katanya. “Kami sudah mendapati orangorang
akan makan malam,” kami semua bangkit dan Giles
memandang ke atas langit.
“Aku khawatir akan hujan,” katanya. Kami semua berjalan
perlahan kembali ke jalan.
Beatrice mengambil tanganku, kemudian dia membungkuk
dan menciumku. “Lupakan aku jika aku telah banyak menanyaimu
dengan pertanyaan-pertanyaan yang kasar, sayangku. Seperti
kukatakan sebelumnya, kamu bukanlah apa yang kami sangka. Kau
sangat berbeda dari Rebecca.”
Ketika kami mencapai mobil itu, matahari pergi di balik awan
dan hujan rintik-rintik mulai turun. Aku dan Maxim mengawasi
mobil itu menjauh. Kami balik dan kembali berjalan ke rumah.