Thursday, June 2, 2016

Tiga
Dalam Cinta
Usiaku kini duapuluh satu tahun dan De Winter adalah orang
pertama yang aku cinta. Cinta pertama tidak selalu bahagia., yang
terkadang dapat menjadi semacam penyakit parah.
Nyonya Van Hopper sudah di tempat tidur sekitar sepuruh
hari, dia sudah mulai bosan, dan tempramennya lebih jelek dari
biasanya. Dia menanyakan padaku apa yang telah aku lakukan.
“Kamu belum cukup bekeja dan kamu juga tidak melakukan
apa-apa,” dia berkata dengan tidak menyenangkan,. “Kamu tak
pernah punya lukisan yang kau tunjukkan padaku. Ketika aku
memintamu untuk bembacanya, kamu selalu lupa sesuatu. Kamu
malas tanpa pengawasanku.”
Aku tidak menjawab. Aku tak dapat bercerita ke Nyonya
Hopper bahwa setiap pagi aku berkendara dengan De Winter
dalam mobilnya. Setiap hari aku makan siang dengannya di meja
dia.
Aku sudah lupa tempat-tempat yang kami kunjungi. Tetapi
aku tidak lupa kegembiraan pagi-pagi itu, aku ingat bagaimana aku
menuruni anak-anak tangga karena lift terlalu lambat, dia selalu
menunggu dalam mobilnya, membaca koran, ketika dia melihatku
dia akan senyum dan berkata, “baik, bagaimana pertemuan kita
pagi ini? Ke mana kamu ingin pergi?”
Jika kami telah berkendara bersama berputar-putar, aku tidak
akan peduli sudah. Aku bahagia duduk di sampingnya, hanya
dengan dia. Tetapi waktu selalu pergi terlalu cepat. Ada sebuah
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
15
jam di dalam mobil. Sungguh mati aku tak dapat melihat itu ketika
kami jalan terus.
“Jika dapat kami hanya menyimpan kenangan kami seperti
bau wangi dalam botol,” aku bilang suatu hari, “dan kemudian
kami dapat membukanya ketika kami ingin mengingat saat itu
lagi.”
“Dan saat apa yang ingin kamu simpan?” De Winter berkata
dengan tersenyum.
“Tidak pasti,” kemudian aku berkata dengan cepat. “Aku
ingin menyimpan saat ini dan tak pernah melupakan itu,.”
De Winter tertawa. Aku tiba-tiba merasa sangat muda dan
amat bodoh.
“Aku mau,” kataku dengan marah, “... aku mau aku jadi
seorang wanita berusia tiga puluh enam tahun. Aku mau memakai
banyak make up dan punya pakaian-pakaian mahal.”
“Kau tidak akan ada di dalam mobil ini sekarang jika kamu
seperti itu,” dia bilang.
“Mengapa kau minta aku untuk keluar dari mobilmu, setelah
berhari-hari?” aku bilang. “Aku masih muda, aku tidak tahu apaapa.
Aku bukan seorang yang menarik sama sekali. Kau tahu
semua tentang aku sekarang. Aku telah memberitahumu segala
sesuatu. Tetapi aku tak tahu apa-apa tentang kamu. Tidak ada,
kecuali bahwa kamu tinggal di Manderley dan ... dan bahwa
istrimu telah mati.”
Aku berkata banyak tentang kabar itu. Akhirnya, istrimu, dia
tak akan pernah melupakan aku. Aku tak akan pernah berkendara
dengannya lagi, aku pikir. Dia memperlambat mobil itu dan kami
berhenti di samping jalan. Kemudian dia menoleh padaku dan
berkata, “Baru saja kamu bilang kamu ingin menyimpan
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
16
kenanganmu. Bagiku itu adalah berbeda, semua kenanganku tidak
bahagia. Aku ingin melupakannya. Sesuatu yang terjadi setahun
lalu mengubah seluruh hidupku. Aku ingin melupakan semua yang
terjadi padaku sebelum waktu itu. Oleh karena itu, aku datang ke
Monte Carlo. Jika kamu tidak ada di sini, aku sudah akan
berangkat dari dulu. Aku minta kau berkendara denganku karena
aku suka kamu. Aku senang pertemananmu. Jika kau tak percaya
padaku, kau dapat keluar dari mobil sekarang.”
Aku diam tak bicara. Aku dapat merasakan air mata
menggenang di mataku.
“Aku ingin pulang sekarang,” kataku.
Tanpa sebilah kata, dia men-starter mobil dan kami pulang.
Air mata mulai jatuh menetes di pipiku. Tiba-tiba De Winter
mengambil tanganku dan menciumnya. Kemudian dia memberiku
sapu tangannya. Aku menghapus mata merahku, aku sudah tak
pernah merasa sendiri lagi.
“Ke neraka dengan ini,” katanya seraya meletakkan tangannya
melingkar di bahuku. “Kau begitu muda, aku tidak tahu bagaimana
bicara denganmu. Lupakan semua yang aku bilang padamu, mari
kita mulai lagi. Keluargaku selalu memanggilku Maxim, aku ingin
kau juga memanggilku seperti itu.”
Aku tersenyum kemudian, dan dia tertawa balik padaku, pagi
itu bahagia kembali. Siang itu dengan Nyonya Hopper tidak ada
masalah, aku dapat memandang ke depan untuk besok pagi dan
pagi lagi. Aku dapat memanggilnya Maxim. Dia telah menciumku.
Aku terpaksa bermain kartu dengan Nyonya Hopper siang itu,
tetapi aku masih bahagia. Ketika permainan kami selesai, Nyonya
Hopper bilang, “katakan padaku apakah Max De Winter masih di
hotel?”
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
17
“Ya, ya, aku kira begitu. Dia datang ke resto kadang-kadang,”
aku bilang.
Seseorang telah mengatakan padanya, aku kira. Seseorang
telah melihat kami bersama. Aku menunggunya untuk menanyakan
beberapa pertanyaan. Tetapi nyonya tidak.
“Dia adalah seorang pria yang menarik,” ujarnya, “tetapi tidak
mudah untuk mengetahui. Aku tidak pernah melihat istrinya.
Orang-orang bilang dia sangat menyenangkan, juga pandai, dan
selalu berpakaian indah tentunya. Kematiannya sangat mendadak,
setiap orang bilang dia memujanya.”
Aku tidak menjawab. Aku berpikir tentang Rebecca cantik
dan pintar. Orang-orang tak dapat melupakannya. Betapapun dia
dan kecantikannya tak pernah mati.
Di dalam kamar tidurku ada sebuah buku yang telah dipegang
oleh Rebecca. Keluarganya memanggilnyaMaxim, Rebecca telah
memanggilnya Max. Aku berpikir tentang tulisan di halaman itu.
Itu adalah tegas dan penuh semangat. Rebecca adalah segalanya
yang aku tak pernah bisa. Aku kira semua yang ditulis Rebecca
untuk suaminya. Mereka pasti hidup penuh semangat yang telah
mereka bagi.
Aku pikir aku dapat mendengar suaranya memanggilnya. Dia
memanggilnya Max, itu nama spesial dia untuknya dan aku
terpaksa memnggilnya Maxim.