Sunday, June 12, 2016

Sepuluh
Pertanyaan dan Jawaban
Cuaca lembab dan dingin selama seminggu. Kami tidak turun
ke pantai lagi. Aku dapat melihat laut dari teras dan halaman
rumput. Itu nampak dingin dan hijau. Ketika aku berdiri di teras,
aku dapat mendengar suara gelombang besar di pantai. Aku mulai
mengerti mengapa beberapa orang membenci suara marah dan
pelan dari laut itu.Aku senang bahwa kamar kami ada di sayap
timur. Jika aku tak dapat tidur, aku pergi ke jendela dan
memandang keluar ke kebun mawar. Aku tidak masalah dengan
musik tak menyenangkan dari laut itu.
Kadang-kadang aku berpikir tentang pondok di teluk. Ada
banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan ke Maxim. Aku tak
dapat melupakan hilangnya pandangan di mata Maxim. Aku tak
dapat melupakan kata-katanya, “Aku memang bodoh membawamu
kembali ke Manderley.”
Itu semua salahku, aku telah pergi turun ke pantai. Aku telah
diingatkan Maxim sebeumnya, kami telah tinggal bersama, tidur,
makan, jalan. Tetapi setiap jam per hari, masa lalu itu membuat
dinding di antara kami.
Aku menjadi nerveous dan takut. Aku tidak ingin seseorang
bicara tentang laut dan perahu. Ketika tamu-tamu datang di
Manderley, aku merasa malu dan canggung. Aku tahu bahwa
mereka membandingkan aku dengan Rebecca. Dia memesona,
menarik setiap orang. Aku merasa dungu dan bodoh. Seperti gadis
sekolahan.

Suatu siang, aku minum teh sendiri waktu itu ketika istri
uskup memanggil. Dia seorang wanita baik hati dan mencoba keras
membuatku berkata. Akhirnya dia bilang.
“Maukah suamimu menyelenggarakan pesta dansa pakaian
khayal tahun ini? Aku ingat orang terakhir dengan begitu baik. Itu
semacam rupa yang menyenangkan. Aku tak akan pernah
melupakan itu.”
Aku tersenyum dan berkata. “ kita belum memutuskan, ada
begitu banyak hal untuk dilakukan.”
Aku tak dapat mengatakan pada perempuan itu bahwa Maxim
tak pernah bicara tentang pesta dansa.
“Manderley nampak begitu indah,” istri uskup itu
melanjutkan. “Dan ada tarian, ada musik dan bunga-bunga di
mana-mana.”
“Ya,” kataku. “Ya, aku musti menanyakan itu pada Maxim.”
“Kami datang ke pesta kebun juga, suatu musim panas,” istri
uskup itu melanjutkan. “Itu adalah hal yang menyenangkan. Kami
semua minum teh di kebun mawar. Itu semacam ide yang pintar.
Tentu dia seorang yang pintar.”
Dia berhenti, wajahnya agak merah. Aku mendengar diriku
berkata, “Rebecca pasti seorang yang mengagumkan.”
Aku telah menyebut namanya, akhirnya. “Rebecca”, aku telah
menyebutnya dengan keras.
“Kamu belum pernah bertemu dia, kan?” perempuan itu
bertanya. “Ya, dia seorang yang menyenangkan. Yang penuh
semangat. Setiap orang mencintainya.”
“Dia juga pintar segala sesuatu,” kataku. “Pintar, cantik, dan
sayang olahraga.”

“Rebecca tentunya cantik,” tamu aku melanjutkan. “Aku
mengingatnya di pesta dansa malam itu. Dia punya awan di rambut
gelapnya. Kulitnya sangat putih. Dan dia punya semacam pakaian
yang menyenangkan.”
“Dia juga merawat segala sesuatu di rumah itu,” kataku. “aku
kira aku menyerahkan itu semua ke penjaga rumah.”
“Oh, baik. Kau sangat muda, bukan? Kita semua tak dapat
melakukan segala sesuatu. Aku harus pergi sekarang. Minta
suamimu untuk membuat pesta dansa lagi.”
“Ya, tentu aku mau.”
Aku duduk di perpustakaan setelah tamuku pergi. Aku
berpikir tentang Manderley, penuh orang-orang dalam pakaian
indah. Menari di aula. Aku berpikir tentang Rebecca, lincah dan
cantik, mengatur segala sesuatu. Apa yang mesti orang-orang pikir
tentangku?
Aku mendadak berdiri tegak. Aku tidak keberatan, aku tidak
peduli. Aku adalah nyonya Winter sekarang, bukan Rebecca. Aku
telah memutuskan bahwa aku akan mencari tahu lebih tentang
pesta dansa pakaian khayal. Tapi aku tak ingin meminta Maxim.
Belakangan siang itu, Frank Crawley muncul ke rumah itu.
“Aku telah mendengar tentang pesta dansa pakaian khayal,
Frank,” kataku. “Aku tidak tahu apakah kamu telah berdansa di
sini.”

Frank tak menjawab langsung. Kemudian berkata, “Pesta
dansa Manderley diadakan setiap tahun. Orang-orang datang dari
sekitar mil-mil. Mereka bahkan datang dari London.”
“Itu pasti banyak pekerjaan,” kataku. “Aku kira Rebecca telah
melakukan banyak hal itu.”
Frank memandang lurus ke depan.
“Kita semua membantu,” katanya.
“Maukah kamu minta Maxim tentang pesta itu?” aku
bertanya. “Itu sungguh nampak ide yang bagus,”
Frank tak menjawabku.
“Aku pergi masuk pondok dalam teluk itu beberapa hari yang
lalu,” kataku. Itu sangat kotor. Mengapa seseorang tidak
melakukan sesuatu tentang itu?”
“Maxim akan bilang padaku jika dia ingin sesuatu dilakukan,”
jawab Frank.
“Apakah itu barang-barangnya Rebecca?” tanyaku.
“Ya,” kata Frank.
“Apakah Rebecca banyak menggunakan pondok itu?”
“Ya, memang, dia tidur di pondok itu kadang-kadang. Dia
punya piknik terang bulan di pantai itu.”
Aku perhatikan bahwa Frank selalu memanggil Rebecca ‘dia’,
dia tak pernah menggunakan namanya.
Mengapa ada pelampung di dalam teluk?” tanya saya. “Tak
ada perahu di sana, apa yang telah terjadi padanya? Apakah itu
perahu Rebecca sedang berlayar ketika dia mati?”
“Ya,” kata Frank dengan tenang. “Itu telah terbalik dan
tenggelam. Dia mencucinya dan tenggelam. Laut itu kadangkadang
sangat kasar di teluk itu.”
“Tak dapatkah seseorang menolongnya?” tanyaku.
“Tak seorang pun melihat kecelakaan itu. Tak seorang pun
tahu dia sedang berlayar. Dia sering pergi keluar sendiri seperti
itu.”

“Kapan mereka menemukannya?” aku merasa aku mesti tahu
segalanya sekarang. Aku telah berpikir tentang malam buruk itu
begitu lama.
“Mereka menemukannya dua bulan kemudian, laut telah
membawanya empat puluh mil dari pantai. Maxim terpaksa
mengidentifikasi tubuh itu.”
Mendadak aku malu tetang semua pertanyaanku.
“Frank,” kataku. “Aku minta maaf telah bertanya semua
pertanyaan itu, tapi segalanya begitu asing di Manderley bagiku.
Dan ketika aku bertemu dengan Seprang Baril, aku tahu apa yang
mereka pikir,’bagaimana sungguh berbeda-beda dari Rebecca’.”
“Nyonya De Winter, kau tidak seharusnya memikirkan itu,”
kata Frank memandangku untuk yang pertama kali. “Aku begitu
senang kau telah dinikahi Maxim. tu akan membuat semacam
perbedaan untuk hidupnya. Dan Manderley membutuhkan
seeorang seperti kamu, seseorang muda, segar, dan mempesona.”
“Maxim akan menjadi sangat tidak senang mendengar Anda
berbicara seperti ini, Nyonya Winter. Lupakan masa lalu, seperti
Maxim lakukan. Tak seorang pun dari kita ingin membawa
kembali masa lalu, pekerjaan Anda di sini untuk membimbing
kami menjauh dari itu.”
Aku merasa lebih bahagia sekarang. Tapi aku terpaksa tanya
Frank satu lagi pertanyaan.
“Katakan padaku, Frank,” kataku. “Apakah Rebecca sangat
cantik?”
Frank berpaling dariku sehingga aku tak dapat melihat
wajahnya.
“Ya,” katanya perlahan, “Ya aku kira dia adalah wanita paling
cantik yang pernah kulihat dalam hidup ini.”