Wednesday, June 22, 2016

Dua puluh
Pemeriksaan
Hari selasa akhirnya datang. Pemeriksaan pada pukul dua.
Setelah sebuah makan siang awal. Aku berkendara ke kota dengan
Maxim.
“Ku kira aku akan tinggal di sini dalam mobil,” kataku. “Aku
tak akan masuk denganmu akhirnya.”
“Aku tidak ingin kau datang,” kata Maxim, “Aku mau kamu
tinggal di Manderley.”
Maxim berangkat dan meninggalkanku duduk di sana. Menitmenit
berlalu. Aku berpikir apa yang akan terjadi pada
pemeriksaan itu. Aku keluar dari mobil dan mulai berjalan naik
turun.
Seorang polisi melihat padaku.
“Maaf, Nyonya,” katanya. “Bukankah kau Nyonya De
Winter? Kau dapat menunggu di dalam jika kau suka.”
Polisi itu membawaku masuk dalam ruangan kosong. Lima
menit berlalu. Tidak ada hal yang terjadi. Aku bangkit dan berjalan
keluar dari ruangan kecil itu. Polisi itu masih berdiri di sana.
“Akan berapa lama mereka?” aku tanya dia.
“Aku akan pergi dan lihat jika kau suka,” kata polisi itu. Ia
kembali lagi dalam sesaat.
“Itu tak lama,” dia bilang padaku. “Tuan De Winter baru saja
selesai memberikan bukti-buktinya. Hanya ada pembangun perahu,
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
114
Tuan tabb, untuk bicara sekarang. Inginkah Anda masuk? Ada
tempat duduk kosong dekat pintu.”
Aku mengikuti polisi. Dia membuka pintu untukku dan aku
masuk dengan tenang. Ruang itu kecil dan penuh dengan orang.
Udaranya panas dan sesak. Frank duduk di samping Maxim.
Terkejutku, Nyonya Danvers di sana juga. Dengan Favell di
sampingnya. Aku heran apakah Maxim telah melihatnya.
Tabb, pembangun perahu itu, berdiri di tengah ruangan itu,
sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan pemeriksa.
“Apakah perahu itu dalam kondisi yang bagus?” pemeriksa itu
bertanya.
“Ya, itu saat terakhir yang aku lihat,” kata Tabb. “Itu sebuah
perahu kecil yang kuat. Aku tak dapat mengerti mengapa itu
tenggelam malam itu.”
“Kecelakaan telah terjadi sebelumnya,” kata pemeriksa.
“Nyonya De Winter sembrono untuk satu saat dan dia meninggal.”
“Maaf, Tuan,” kata pembangun perahu itu. “Aku ingin bicara
sesuatu yang lain.”
“Sangat bagus, teruskan,” kata pemeriksa.
“Inilah, Tuan. Tidak ada hal yang salah dengan perahu itu
ketika terakhir aku melihatnya. Jadi yang ingin aku tahu adalah ini.
Siapa yang membuat lubang-lubang itu di papan? Batu tidak dapat
melakukan itu. Perahu itu tenggelam terlalu jauh darinya. Dan
lubang-lubang itu dibuat dengan sesuatu yang tajam.”
Aku tak dapat melihat pada seseorang. Aku melihat ke bawah
pada lantai. Untuk sementara, pemeriksa terlalu terkejut untuk
bicara. Kemudian dia berkata, “Apa maksudmu? Lubang-lubang
macam apa?”
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
115
“Ada tiga dari mereka, dalam bagian-bagian berbeda dari
perahu itu. Dan tidak semua kran laut itu telah dibuka penuh.”
“Kran laut? Apa itu?” tanya pemeriksa.
“Kran laut menutup pipa menuju kolam tempat pencucian,
mereka pasti ditutup dengan ketat dengan sengaja ketika perahu
sedang berjalan. Sehingga air laut masuk.”
Panas dalam ruangan, jauh terlalu panas. Aku mau seseorang
membuka jendela. Pembuat perahu itu sedang bicara lagi.
“Dengan lubang-lubang itu, pak dan kran laut yang terbuka,
perahu kecil akan segera tenggelam. Itu pendapatku bahwa tidak
ada kecelakaan. Perahu itu tenggelam disengaja.”
“Aku musti keluar,” aku pikir, tidak ada udara. Orang-orang
sedang berdiri tegak dan bicara dengan keras. Aku dengar
pemeriksa bilang, “Tuan De Winter.”
Maxim sedang berdiri tegak. Aku tak dapat melihat padanya.
“Tuan De Winter,” kata pemeriksa, “Anda telah mendengar
bukti Jams Tabb. Kamu tahu apa-apa tentang lubang itu?”
“Tidak ada.”
“Dapatkah kamu berpikir mengapa mereka ada?”
“Tidak, tentu tidak.”
“Berita-berita ini adalah sebuah shock untukmu, tentunya.”
“Tentu, itu kejutan. Apakah itu mengejutkanmu bahwa aku
shock?” Suara Maxim keras dan marah. Ya Tuhan, aku pikir,
jangan biarkan Maxim kehilangan tempramennya.
Pemeriksa sedang bicara lagi. “Tuan De Winter, aku ingin
mengetahui dengan tepat bagaimana istrimu mati. Siapa yang
merawat perahu Nyonya De Winter?”
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
116
“Dia merawatnya sendiri.”
“Kemudian siapa pun yang membawa keluar perahu itu
malam itu juga membuat lubang-lubang itu dan membuka kran
lautnya.”
“Aku kira begitu.”
“Kau telah bilang padaku bahwa pintu dan jendelanya kabin
itu tertutup?”
“Ya,”
“Apakah ini tidak nampak sangat aneh untukmu, Tuan De
Winter?”
“Iya, itulah.”
“Tuan De Winter, aku khawatir, aku musti tanya padamu satu
pertanyaan lain. Apakah kamu dan dia bahagia?”
Panas, begitu panas. Aku mencoba untuk berdiri tegak, tapi
tak bisa. Tanah datang menjemputku dan kemudian aku dengar
suara Maxim, terang dan kuat.
“Maukah seseorang membawa istriku ke luar? Dia akan
pingsan.”
****
Aku duduk dalam ruangan kecil itu lagi. Frank ada di
sampingku.
“Aku minta maaf,” kataku. “Aku begitu panas di dalam sana.”
“Apakah kamu merasa lebih baik, Nyonya Winter?” tanya
Frank.
“Maxim telah mengatakan padaku untuk membawamu
kembali ke Manderley,” Frank menolongku untuk bangkit.
---Devkinandan Nurul Huda---
---Cinta Sejati dan Takdirnya---
117
“Aku lebih baik tinggal,” kataku. “Aku ingin menunggu
Maxim.”
“Maxim mungkin tak lama,” Frank bilang padaku mereka
mungkin harus memeriksa bukti-bukti lagi.
“Tapi apa yang mereka coba untuk mengetahui?”
Frank tidak menjawab. Kami ada di mobilnya sekarang dan
dia mengendarai sangat cepat.
“Apakah kamu melihat Favell di sana?” tanyaku. “Dia duduk
dengan Nyonya Danvers. Aku tidak percaya mereka, Frank.
Mereka mungkin membuat kesusahan.”
Frank tidak menjawab. Dia tidak tahu bagaimana banyak
Maxim telah bilang padaku. Kemudian kami kembali ke
Manderley.
“Akankah kau baik-baik saja sekarng?” Frank tanya padaku.
“Aku akan pergi balik. Maxim mungkin menginginkan saya,” dia
kembali dengan cepat masuk mobil lagi dan pergi.
Aku pergi ke lantai atas ke kamarku dan berbaring di atas
ranjangku. Apa yang mereka semua katakan sekarang? Apa yang
sedang terjadi? Apa yang akan aku lakukan jika Frank kembali ke
Manderley tanpa Maxim? Aku berpikir lagi tentang kata yang
mengerikan itu. Pembunuhan. Tuhan, jangan biarkan aku berpikir
tentang sesuatu yang lain, apa saja.
Aku pasti telah tertidur. Aku bangun tiba-tiba. Itu adalah jam
lima. Aku bangkit dan pergi ke jendela, tidak ada angin. Kilat
nyala pada langit kelabu. Aku dengar guruh di kejauhan. Beberapa
tetes hujan mulai jatuh.
Aku pergi ke lantai bawah dan duduk dengan Jasper dalam
perpustakaan.